Berita Terbaru :

Tuesday, March 20, 2012

Pakan Buatan Udang Vannamei






 I.          PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Udang putih (L. vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan meksiko sudah lama membudidayakan jenis udang yang dikenal juga dengan pasific whiteshrimp ini.
Di Indonesia, udang putih baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya udang putih ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit , terutama bintik putih (white spot). White spot telah menyerang tambak-tambak udang windu baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah menerapkan teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap. Di Lampung, udang putih mulai menjadi spesies alternatif bagi petambak untuk dibudidayakan. Beberapa perusahaan besar yang bergerak dalam agrobisnis udang mulai mencoba membudidayakan udang putih untuk meningkatkan produktifitas tambaknya. Begitu juga dengan tambak-tambak tradisional dan semi intensif mulai mengalihkan jenis spesies yang dibudidayakan dengan udang putih. Udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya. Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya mencapai lebih dari13.600 kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat kelulushidupan tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan Penyakit dan konversi pakan rendah. Tingkat kelulushidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al, 2000), sedangkan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free)
 
yaitu benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga memudahkan petambak dalam proses budidaya. Kelulushidupan udang putih juga dipengaruhi oleh daya tahannya terhadap penyakit dibandingkan udang jenis lainnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit white spot syndrome virus (WSSV) , meskipun ditemukan pula beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001) Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga dapat mengurangi
input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat menekan biaya produksi. Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar yang tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr/minggu. Hal ini disebabkan udang
putih mampu memanfaatkan kolom air sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas. Hal ini yang menjadi dasar petambak untuk meningkatkan produksi udang dengan meningkatkan kepadatan tebar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manajemen budidaya udang putih untuk meningkatkan produksinya dengan manipulasi tingkat kepadatan tebar. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang kepadatan tebar udang putih yang optimal untuk memperoleh hasil yang maksimal.
1.2       Tujuan
Tujuan dilaksanakanya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini untuk mengetahui respon udang vannamei terhadap pakan uji aklinop.

1.3              Manfaat
Manfaat dilaksanakanya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknik pembesaran udang vannamei mengunakan pakan uji aklinop.

 
II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Klasifikasi Udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei )
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut :
Kingdom            :  Animalia
Sub-kingdom    :  Metazoa
Filum                   :  Artrhopoda
Subfilum            :   Crustacea
Kelas                   :  Malascostraca
Subkelas             :  Eumalacostraca
Superordo          :  Eucarida
Ordo                    :  Decapoda
Subordo              :  Dendrobrachiata
Famili                 :  Penaeidae
Genus                 :  Litopenaeus
Spesies               :  Litopenaeus vanname

Gambar 1. Udang Vannaemei (Litopenaeus vanname )

 
2.2     Morfologi Udang Vannamei
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang atau ( biramous ) yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting ). Bagian chephalothorax udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut:
·      Makan, bergerak dan membenamkan diri dalam lumpur ( burrowing ).
·      Menopang insang karena struktur insang mirip bulu unggas.
Organ sensor, seperti pada antena dan antenula. ( Gambar ) Kepala (Chephalothorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan lima pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxipiliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Bentuk peripoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki 1,2 dan 3) dan tanpa capit kaki 4 dan 5. Perut ( abdomen ) terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropod (mirip ekor) yang berbentuk kipas bersama-sama telson (Haliman dan Adijaya, 2005).


http://htmlimg4.scribdassets.com/66ye79z01s1a8tok/images/12-24b36dbe4b.jpg
Gambar 2. Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)




2.3.     Tingkah Laku Udang Vannamei
Dalam usaha pembenihan udang, perlu adanya pengetahuan tentang tingkah laku udang. Menurut Haliman dan Adiwijaya (2005), beberapa tingkah laku udang yang perlu diketahui antara lain:
1.         Sifat nocturnal Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makan pada waktu malam, dan siang hari udang vannamei lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri pada lumpur maupun menempel pada suatu benda yang terbenam.
2.         Sifat kanibalisme Yaitu sifat suka memangsa sejenisnya. Sifat ini sering timbul pada udang yang kondisinya sehat, yang tidak sedang ganti kulit. Sasarannya adalah udang-udang yang kebetulan ganti kulit.
3.         Ganti kulit ( moulting ) Yaitu suatu proses pergantian kutikula lama digantikan dengan kutikula yang baru. Kutikula adalah kerangka luar udang yang keras (tidak elastis). Oleh karena itu untuk tumbuh menjadi besar udang vannamei perlu melepas kulit lama dan menggantikan dengan kulit baru.
4.         Daya tahanUdang pada waktu masih berupa benih sangat tahan pada perubahan kadar garam (salinitas). Sifat demikian dinamakan sifat euryhaline. Sifat lain yang menguntungkan adalah ketahanan terhadap perubahan suhu dan sifat ini dikenal sebagai Eurytherma.
5.         Menyukai hidup di dasar (bentik).
6.         Tipe pemakan lambat tetapi terus menerus (continous feeder ).
Dengan mengetahui tingkah laku larva udang vannamei di atas, maka akan mudah untuk menentukan manajemen pakan yang baik.

2.4    Manajemen Pemberian Pakan
Program pemberian pakan pada budidaya udang putih merupakan langkah awal yang harus diperhatikan untuk menentukan baik jenis, ukuran frekuensi dan total kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan (Adiwidjaya et al, 2005). Nutrisi dan pemberian pakan memegang peranan penting untuk kelangsungan usaha budidaya hewan akuatik. Penggunaan pakan yang efisien dalam usaha budidaya sangat penting kerena pakan merupakan faktor produksi yang paling mahal (Haryanti,2003). Oleh karena itu, upaya perbaikan komposisi nutrisi dan perbaikan efisiensi penggunaan pakan tambahan perlu dilakukan guna menigkatkan produksi hasil perikanan budidaya dan mengurangi biaya pengadaan pakan, serta meminimalkan produksi limbah pada media budidaya, sehingga dapat tercipta budidaya udang yang berkelanjutan (Adiwidjaya et al, 2005). Pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mungkin dengan memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dimana ikan/udang diberi pakan. Penerapan feeding ragim hendaknya disesuikan dengan tingkah laku kultivan, serta siklus alat pencernaan guna memaksimalkan penggunaan pakan (Tacon, A. 1987). Selain itu juga memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. ukuran pakan yang kita berikan
2. jumlah pakan yang diberikan
3. cara pemberian pakan
4. kontrol pakan ( di ancho )
5. sampling

2.5    Pentingnya pakan dalam kegiatan budidaya udang vannamei
Dalam meningkatkan produksi pada usaha budidaya udang Vannamei untuk memenuhi syarat gizi diperlukan pakan buatan. Yang dimaksud pakan buatan ialah pakan yang diramu dari berbagai macam bahan. Pakan harus mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang bagi kebutuhan ikan atau udang. Karena nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat penting, jika makanan yang diberikan pada ikan mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi, maka tidak saja memberikan kehidupan pada ikan tetapi juga akan mempercepat pertumbuhan. Seperti halnya hewan lainnya, udang juga memerlukan nutrien tertentu dalam jumlah tertentu pula untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan pertahanan diri terhadap penyakit. Nutrien ini meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
a.Protein
Kebutuhan udang akan protein akan lebih besar dibandingkan dengan organisme Lainnya. Fungsi protein di dalam tubuh udang antara lain untuk :
·      Pemeliharaan jaringan
·      Pembentukan jaringan
·      Mengganti jaringan yang rusak
·      Pertumbuhan
Umumnya protein yang dibutuhkan oleh udang dalam prosentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya. Protein merupakan nutrien yang paling berperan dalam menentukan laju pertumbuhan udang. Kebutuhan udang akan protein berbeda-beda untuk setiap stadia hidupnya, pada stadis larva kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan setelah dewasa. Hal ini disebakan pada stadia larva pertumbuhan udang lebih pesat dibanding yang dewasa. Disamping itu sumber protein yang didapatkan oleh udang juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan kebiasaan makan dari udang dimana pada stadia larva mereka cenderung bersifat karnivora. Makanan yang baik bagi udang Vannamei adalah yang mengandung protein paling bagus minimal 30% serta kestabilan pakan dalam air minimal bertahan selama 3-4 jam setelah ditebar.
b.Lemak
Lemak mengandung kalori hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein maupun karbohidrat, karena perannya sebagai sumber energi sangat besar meskipun kadarnya dalam makanannya relatif kecil. Fungsi lemak dalam tubuh udang antara lain :
·      Sumber energi
-       Membantu penyerapan kalsium dan vitamin A dari makanan
-       Asam lemak penting bagi udang adalah asam linolenat, asam lemak ini banyak terdapat pada bagian kepala udang, didalam tubuh udang kelebihan lemak disimpan dalam bentuk trigliserida.
Disamping asam lemak essensial udang juga membutuhkan klesterol dalam makanannya, sebab udang tak mampu mensintesa nutrien itu dalam tubuh udang. Kolesterol berperan dalam proses moulting. Penambahan kolesterol di dalam tubuh udang melalui makanan akan sangat berpengaruh pada kadar kolesterol, kebutuhan kolesterol diperkirakan sebanyak 0,5%.
c.Karbohidrat
Berbeda dengan hewan lainnya karbohidrat dalam tubuh udang tidak digunakan sebagai sumber energi utama. Kebutuhan udang akan karbohidrat relatif sedikit. Pendayagunaan akan karbohidrat di dalam tubuh udang tergantung dari jenis karbohidrat dan jenis udangnya. Secara umum peranan karbohidrat di dalam tubuh udang adalah :
-       Di dalam siklus krebs Penyimpanan glikogen
-       Pembentukan zat kitin
-       Pembentukan steroid dan asam lemak
Kadar karbohidrat di dalam tubuh udang akan mempengaruhi kandungan lemak dan protein tetapi tidak mempengaruhi kandungan kolesterol di dalam tubuh. Kandungan karbohibrat untuk makanan larva udang diperkirakan lebih rendah 20%.
d.Vitamin
Kebutuhan udang akan vitamin relatif lebih sedikit, tetapi kekurangan salah satu vitamin dapat menghambat pertumbuhan. Tiap-tiap jenis vitamin mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum kegunaan vitamin bagi udang adalah untuk Pigmentasi, peranan dari vitamin A (karoten),Laju pertumbuhan pertumbuhan peranan dari vitamin C,dan Kelebihan vitamin akan bersifat racun atau antagonis terhadap fungsi fisiologis udang.
e.Mineral
Sumber mineral utama bagi udang adalah air laut. Mineral dalam tubuh udang berperan dalam pembentukan jaringan, proses metabolisme, pigmentasi dan untuk mempertahankan keseimbangan osmisis cairan tubuh dengan  lingkungannya. Kebutuhan udang akan unsur Ca dan P yang optimum bagi udang diperkirakan 1,2 : 1,0. Kelebihan mineral dalam tubuh akan dapat menurunkan laju pertumbuhan dan mengganggu pigmentasi udang.)

2.6  Parameter Kualitas Air
Untuk perkembangan dan tingkat kelangsungan hidup (sintasan --- SR) udang yang dipelihara, parameter kualitas air media harus berada pada kondisi yang optimal. Demikian pula pada kegiatan ujicoba ini dilakukan monitoring dan pengamatan parameter kualitas air media. Pengamatan parameter kualitas air yang dilakukan selama ujicoba berlangsung adalah pH, oksigen terlarut (DO), ammonia, suhu, salinitas, dan nitrit.



2.6.1 Oksigen Terlarut (DO)
Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, salinitas, pH dan bahan organik. Salinitas semakin tinggi, kelarutan oksigen semakin rendah. Kelarutan kandungan oksigen yang terukur pada kedua petak selama perekayasaan (ujicoba) berlangsung berkisar antara 3,55 – 5,4 ppm. Kelarutan oksigen ini menunjukan kondisi yang optimal selama kegiatan ujicoba pada budidaya udang Vaname, sementara untuk kebutuhan minimal pada air media pemeliharaan udang adalah > 3 ppm (Anonim, 2007).

2.6.2 Suhu
Salah satu faktor pembatas yang cukup nyata dalam kehidupan udang ditambak adalah suhu ai media pemeliharaan. Seringkali  didapatkan  udang mengalami  stres dan  bahkan mati disebabkan oleh perubahan suhu  dengan rentang perbedaan yang tinggi. Keadaan seperti  ini sering  terjadi pada tambak dengan kedalaman kurang dari  satu meter. Sebagai contoh musim kemarau (musim bediding) dan perbedaan suhu yang sangat mencolok antara siang dan malam  hari.  Berdasarkan  hasil  penelitian  para ahli, terbukti bahwa pada suhu rendah metabolisme udang menjadi rendah dan secara nyata berpengaruh terhadap nafsu makan udang (Byod, 1989).  Hasil pengamatan dari kedua petak ujicoba terukur suhu air media berkisar antara 26,7 – 29,8oC, dari data kisaran suhu ini menunjukan cukup optimal untuk proses metobolisme udang yang dipelihara. Sedangkan nilai suhu optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan udang Vaname  berkisar antara 28,0 – 31,5 0C (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991).

2.6.3 pH Air
Nilai pH perairan dengan variasi terkecil memiliki pengaruh yang besar terhadap ekosistem perairan, karena nilai pH perairan sangat berperan dalam mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia didalam air maupun reaksi biokimia di dalam tubuh organisme  serta dapat mempengaruhi daya racun suatu senyawa terhadap organisme air. Untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik organisme air (ikan dan udang) memerlukan medium dengan kisaran pH antara 6.8 – 8.5 (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1991).  Pada pH  dibawah 4,5  atau diatas 9,0 ikan atau udang akan mudah sakit dan lemah, dan nafsu makan menurun bahkan udang cenderung keropos dan berlumut. Apabila nila pH yang lebih besar dari 10 akan bersifat lethal bagi ikan maupun udang. Nilai pH dari Wadah kegiatan ini relatif dalam kondisi yang optimal dan fluktuasi harian termasuk kedalam batas yang masih aman.

2.6.4 Salinitas
Salinitas (kadar garam) air media pemeliharaan pada umumnya berpengaruh tehadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang (Anonim, 1985). Udang Vaname dapat tumbuh dan berkembangan pada kisaran salinitas 5 – 30 ppt (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991), bahkan jenis udang Vaname mempunyai toleransi cukup luas yaitu antara 0 – 50 ppt. Namun apabila salinitas di bawah 5 ppt dan di atas 30 ppt biasanya pertumbuhan udang Vaname relatif lambat, hal ini terkait dengan proses osmoregulasi dimana akan mengalami gangguan  terutama pada saat udang sedang ganti kulit dan proses metabolisme.

2.6.5 Amonia
Kandungan ammonia dalam air media pemeliharaan merupakan hasil perombakan dari senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri atau dampak dari penambahan pupuk yang berlebihan. Senyawa ini sangat beracun bagi organisme perairan walaupun dalam  konsentrasi yang rendah. Konsentrasi amonia yang mampu ditolerir untuk kehidupan udang dewasa < 0,3 ppm (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1989), dan ukuran benih < 0,1 ppm.

2.6.6 Nitrit
Kandungan nitrit yang tinggi didalam perairan sangat berbahaya bagi udang dan ikan, karena nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin menjadi meta-haemoglobin yang tidak mampu mengedarkan oksigen (Spotte, 1979), kandungan nitrit sebaiknya lebih kecil dari 0,3 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses nitrifikasi. Nilai kosentrasi nitrit dari bak ujicoba ini berkisar antara 0,012 – 0,018 ppm (mg/l), di bawah nilai ambang batas yang di sarankan. Sehingga dengan kandungan nitrit pada ujicoba ini termasuk kedalam kondisi yang cukup optimal. Pada salinitas di atas 20 ppt, batas ambang aman nitrit adalah < 2 ppm (Chen dan Lie, 1990).
 
III.        METODOLOGI

3.1    Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapang dilaksanakan di Instalasi Hatchery Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau ( BRPBAP ),yang berlokasi di desa Lawallu,Kecamatan Soppeng Riaja,Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan dari tanggal 23 Januari 2012 sampai dengan tanggal 23 Pebruari 2012.

3.2    Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air:
-   DO meter
-   Refraktometer
-   Kertas Lakmus
1.1          Alat yang digunakan dalam mengukur amoniak:
-   Tabung
-   Gelas ukur
-   Transper pipet
-   Spectrophotometer
1.2          Alat yang digunakan untuk mengukur nitrat:
-   Gelas beaker
-   Pipet
-   Spectrophotometer
-   Curet
1.3          Alat yang digunakan untuk mengukur nitrit:
-   Tabung 70 ml
-   Pipet
-   Spectrometer
-   Curet


2.  Alat yang digunakan dalam penelitian udang vannamei
-   Menggunakan bak fibre glass sebanyak 12 bak ukuran  60 cm  x 40 cm x 50 cm
-   Aerator
-   Aerasi
-   Ember
-   Gayung
-   Timbangan pakan
3. Alat yang digunakan dalam sampling udang vannamei
-   Timbangan digital
-   Ember
-   Aerasi
-   Seser
Hewan uji yang digunakan adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei),Sedangkan bahan yang digunakan dalam pencampuran pakan pembesaran udang vannamei adalah aclinop.

3.3     Prosedur Kerja
Metode yang dilakukan untuk mencapai tujuan praktek kerja lapang ini meliputi koasistensi, observasi, wawancara, dan pencatatan data sekunder.

3.3.1    Koasistensi
  Dalam koasistensi praktek kerja lapang mengikuti secara aktif kegiatan yang dilaksanakan baik di lapangan maupun di laboratorium.kegiatan tersebut merupakan kegiatan praktis yang diperoleh dalam bidang budidaya perairan.

3.3.2   Observasi
   Observasi adalah pengamatan secara langsung kegiatan yang memerlukan bantuan informasi dari staf peneliti, dari petugas lapangan dalam lingkungan        BRPBAP Maros.
3.3.3   Wawancara
Wawancara dilakukan dengan para staf peneliti dan petugas untuk memperoleh data yang akurat, pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam usaha pembesaran maka dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya wawancara tanya jawab dengan pihak yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian sehingga melalui wawancara ini praktikan memperoleh pengetahuan ataupun keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang didapat di lapangan.
3.3.4   Pencatatan data sekunder
Metode ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data tentang keadaan umum balai menyangkut tata letak, tata kerja organisasi kepegawaian, sarana dan prasarana.

3.4     Metode Pemeliharaan
·      Menggunakan bak fibre glass sebanyak 12 bak ukuran  60 cm  x 40 cm x 50 cm dan diisi air laut sebanyak  100 L.   
·      Benih udang vannamei berukuran rata-rata 2,5g ditebar dengan kepadatan 50 ekor bak.
·      Selama pemeliharaan diberi pakan uji sebanyak 5%/ hari pada pagi, siang dan sore hari
·      Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 15 hari, dan selanjuntya dilakukan pengaturan jumlah pemberian pakan.
·      Untuk mempertahankan mutu air agar tetap baik, maka dilakukan pergantian air tiap 3 hari sebanyak 50%. dilaksanakanya Praktek Kerja Lapang (PKL)
Gambar 3. Bak fiber glass yang digunakan dalam penelitian

 
IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Sejarah Singkat Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP)
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) didirikan pada tahun 1985,berlokasi di kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Balai ini sudah beberapa kali mengalami perubahan nama sebelum menjadi BRPBAP.Pada tahun 1984-1990 dinamakan Balai Penelitian Budidaya Pantai (BALITDITA), nama ini hanya dipakai selama 4 tahun yaitu dari tahun 1990-1994. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1994-2002 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Perikanan Pantai (BALITKANTA). Tahun 2002 dirubah lagi menjadi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) yang digunakan sampai sekarang.

4.2  Zeolit (Aclinop)
Kata “zeolit” berasal dari kata Yunani zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti batu. Nama zeolit menunjukkan sifat zeolit yang akan mendidih jika dipanaskan dalam tabung terbuka pada suhu 200°C. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan (Polat et al., 2004). Beberapa jenis zeolit yang telah diketahui karakteristiknya diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Fisik Zeolit Alam
 Jenis
Porositas(%)
Stabilitas Panas
Kapasitas Tukar Kation
(meq/g)
Spesifikasi gravitasi (g/cm3)
Bulk Densitas (g/cm3)
Analsim
18
Tinggi
4,54
2,24-2,29
1,85
Kabasit
47
Tinggi
3,84
2,05-2,10
1,45
Klinoptilolit
34
Tinggi
2,16
2,15-2,25
1,15
Erionit
35
Tinggi
3,12
2,02-2,08
1,51
Heulandit
39
Rendah
2,91
2,18-2,20
1,69
Mordenit
28
Tinggi
4,29
2,12-2,15
1,70
Filipsit
31
Sedang
3,31
2,15-2,20
1,58
Sumber : Polat et al. (2004)
Zeolit klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O adalah zeolit alam yang biasa digunakan sebagai pakan dan pangan aditif, serta sebagai penyerap gas dan bau.
 
Kemampuan klinoptilolit ini berasal dari banyaknya pori-pori dan ketahanan yang tinggi terhadap temperatur ekstrim. Klinoptilolit juga dapat menyerap amonia dan gas beracun lainnya dari udara dan berperan sebagai filter, baik bagi tujuan kesehatan dan penghilang bau (Polat et al., 2004).
Mineral zeolit merupakan mineral yang istimewa karena struktur kristalnya sangat unik sehingga mempunyai sifat sebagai penyerap, penukar kation, dan katalisator. Zeolit adalah mineral Kristal aluminium silikat terhidrasi dari kation alkali dan alkali tanah, memiliki struktur tiga dimensi yang tidak terbatas. Di dalam proses penukaran diperlukan adanya interaksi absorbsi antar molekul sorbat dengan permukaan yang aktif penukar ion. Di dalam rongga zeolit, kecenderungan sorbsi molekul sorbet adalah tinggi, hal ini disebabkan adanya sistem pori antara kristal yang mengakibatkan molekul mendapatkan interaksi gaya yang kuat dengan permukaan rongga. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan adanya muatan kerangka dan adanya kation-kation, sehingga menghasilkan suatu medan elektrostatik (Muchtar, 2005).

4.3  Peran Aclinop dalam Ransum
Aclinop (Na4K4Al8Si40O9624.H2O) mempunyai struktur bangun yang sama dengan klinoptilolit lainnya. Kandungan Si yang tinggi menyebabkan Aclinop bersifat sangat higroskopis (Srihapsari, 2006).
Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak menurut hasil penelitian Cool dan Willard (1982) adalah dengan mengurangi pembentukan NH4+ dalam saluran pencernaan. Reaksi NH4+ + OH- akan menghasilkan NH3 + H2O. Jika pembentukan NH4+ dapat dihambat maka pembentukan NH3 yang merupakan senyawa beracun juga dapat dikurangi.
Cool dan Willard (1982) yang melakukan penelitian pada ternak babi menemukan bahwa senyawa NH4+ terikat pada struktur zeolit mulai dari lambung sampai akhir duodenum, secara bertahap kemudian dilepas di saluran pencernaan bagian bawah karena pengaruh pH lumen usus. Kenyataan ini dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ sebesar 10 kali pada jejunum di saluran pencernaan babi. Zeolit menukar kation Na+ ketika berada di duodenum sehingga aliran digesta mulai dari lambung sampai duodenum diperlambat. Hal ini mengakibatkan proses deaminasi protein meningkat.
Mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si4+ dengan Al3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektronegatif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat kation dengan ikatan yang lemah seperti kation Na dan Ca. Karena lemahnya ikatan inilah maka zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na atau Ca akan tergantikan posisinya dengan ion amonium (NH4+) (Handayani & Widiastuti, 2010).

4.4   Perhitungan respon pertumbuhan dan pemanfaatan pakan uji
Setelah aplikasi pakan uji selama 45 hari, peubah pertumbuhan yang dihitung adalah laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan berdasarkan formulasi berikut (Schulz et al., 2005):
                       
x 100%
dimana :
Wt = bobot ikan pada akhir percobaan (g)
Wo = bobot ikan pada awal percobaan (g)
t = periode pemeliharaan (hari).

Rasio konversi pakan (FCR) =  Jumlah pakan yang diberikan (g) / (pertambahan bobot ikan  + bobot ikan mati) (g) (Takeuchi, 1988)
Sintasan (%) = {jumlah ikan akhir / jumlah ikan awal} x 100



Tabel 2. Performansi pemanfaatan pakan uji oleh udang vannamei yang dipelihara dalam bak terkontrol.


Pakan uji
A
B
C
D
Berat awal rata-rata (g)
2,1
2,1
2,1
2,1
Bobot akhir rata-rata (T-45 hari) (g)
5,0
6,1
6,3
6,7
Laju pertumbuhan spesifik (%/hr)
Specific growth rate (%/d)
1,91
2,28
2,45
2,46
Rasio konversi pakan (FCR)
2,50
2,06
1,86
1,96
Sintasan (%)
Survival rate (%)
44,7
82,7
72,0
73,0


Gambar 4.  Grafik Pertumbuhan Berat Rata-rata Udang Vannamei



4.5   Pakan Uji Udang Vannamei
Pakan uji yang dicobakan dalam penelitian ini adalah 4 pakan dengan kandungan aklinop yang berbeda yaitu: (A). 0%, (B) 1%, (C) 2% dan (D) 4%.  Kandungan protein (29,8%) dan lemak (8,05) dan energi pakan (4000 kkal/kg) relatif sama untuk semua perlakuan (Tabel 3).
Gambar 5.  pakan udang vannamei
Tabel 3.  formulasi pakan udang vannamei
Bahan pakan
A
B
C
D
Tep ikan lokal
15
15
15
15
Tep kedele
20
20
20
20
Tep ampas tahu
20
20
20
20
Tep kacang koro
5
5
5
5
Tep rebon
14
14
14
14
Wheat gluten
6
6
6
6
Dedak halus
8
8
8
8
Minyak ikan
2
2
2
2
Minyak kedele
1
1
1
1
Vitamin mix
2
2
2
2
Stay-C
0,5
0,5
0,5
0,5
Mineral mix
4
0
0
0
Aclinop
0
1
2
4
Lecitin
1
1
1
1
Cholesterol
0,5
0,5
0,5
0,5
Methionine
0,2
0,2
0,2
0,2
Cellulosa
0,8
3,8
2,8
0,8
Total
100
100
100
100

Perkiraan kandungan nutrisi
Protein kasar
29,77
29,77
29,77
29,77
Lemak kasar
8,05
8,05
8,05
8,05






4.6    Pertumbuhan, SR (Sintasan) dan FCR
Dari data hasil pengamatan dan pengukuran terhadap pertumbuhan pertambahan berat rata-rata pada  bak kontrol udang vannamei yang dipelihara selama 45 hari terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan.Namun tingkat keseragaman pertumbuhan dari waktu ke waktu setiap hasil pengambilan contoh sample menunjukkan tidak banyak perbedaan yang cukup mencolok antara bak  kontrol dan bak perlakuan.
Perbedaan dalam hal berat rata-rata udang antara bak kontrol dan bak perlakuan ini adalah disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya kualitas dan nutrisi pakan, dosis dan frekuensi pemberian pakan, parameter kualitas lingkungan, ketersediaan pakan alami, bentuk dan ukuran petakan tambak serta sarana penunjang lainnya (Adiwidjaya et al. 2005). Dari pertambahan berat udang dapat ditentukan pula oleh manajemen pemberian pakan dalam hal faktor dosis dan frekuensi pemberian setiap hari yang harus tepat (Anonim, 2007). Frekuensi pemberian pakan per hari dapat mempengaruhi pertumbuhan dan SR udang serta FCR yang dihasilkan, dimana frekuensi pemberian pakan harus tepat karena setiap memberikan pakan harus dapat mencukupi untuk keseluruhan populasi udang pada satu frekuensi tertentu dalam satu wadah pemeliharaan (Adiwidjaya et al. 2005).
V.      PENUTUP

5.1    Kesimpulan
-                 Pertumbuhan berat rata-rata, sintasan (SR) dan FCR pada bak perlakuan frekuensi pemberian pakan standar minimal menunjukkan hasil yang cukup baik daengan frekuensi pemberian pakan maksimal, yaitu berat rata-rata : 2,1, SR : 7,30% dan FCR : 1,96
-                 Frekuensi pemberian pakan yang tepat pada budidaya udang vannamei dapat memberikan hasil yang cukup efektif, efisien dan ekonomis serta berkelanjutan. 
-                 Parameter kualitas air merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam proses pembesaran udang vannamei.
5.2    Saran
-                 Perlu kajian dan ujicoba penelitian skala lab./model dalam hal uji formulasi pakan lebih lanjut,
-                 Dalam pemberian pakan udang vannamei harus diperhatikan lagi waktu dan berat pakan yang akan diberikan.